Busana Adat Bali

Jaman dahulu, masyarakat Bali memiliki budaya memakai busana pada bagian bawah saja, yaitu dari perut sampai ke kaki. 

Busana tersebut dalam kebudayaan Bali seperti dikatakan musicrock989 biasanya berbahan kain yang di pakai dan diikat dengan sebuah selendang sehingga berbentuk kamben. Sedangkan bagian atas, bisanya masyarakat Bali jarang menggunakan pakaian sehingga tubuh bagian atas tetap telanjang. 

Seiring kemajuan jaman dan teknologi, budaya berbusana ini ditinggalkan oleh masyarakat Bali. 
Saat ini masyarakat Bali sudah memakai busana tertutup, artinya masyarakat sudah memakai busana lengkap, baik bagian atas maupun bawah.
Secara umum, kini busana adat Bali disebutkan untuk putra dan putri (pria dan wanita) dibagi tiga atas dasar Tri Angga yaitu:
  1. Busana adat Nista : digunakan sehari, ngayah, dan tidak digunakan untuk persembahyangan (busana adat yang belum lengkap)
  2. Busana adat Madya : digunakan untuk sembahyang ke pura (secara filosofis sudah lengkap)
  3. Busana adat Agung : untuk upacara pernikahan/pawiwahan (sedah lengkap secara aksesoris)
Sebagaimana disebutkan dalam tatwa busana adat bali, busana yang digunakan sebagai lambang dharma sakti dari simbol tapak dara (swastika) yang sebagaimana dijelaskan :

Untuk Putra (Pria/ laki - laki):
  • Kamen untuk putra (pria) sebagai lambang dharma yang melingkar dari kiri ke kanan yang dalam penggunaanya disebutkan :
    • Tinggi kamen putra kira-kira sejengkal dari telapak kaki karena putra sebagai penanggung jawab dharma harus melangkah dengan panjang dengan tetap berpijak pada dharma kebaikan dan tanggung jawab. 
    • Kancut (lelancingan) dengan ujungnya yang lancip dan sebaiknya menyentuh tanah (menyapuh jagat), ujungnya yang kebawah sebagai symbol penghormatan terhadap Ibu Pertiwi. Kancut juga merupakan symbol kejantanan.
  • Kampuh dengan saput yang melingkar berlawanan arah jarum jam (prasawya) yang tingginya kira-kira satu jengkal (depa) dari ujung kamen yang berfungsi sebagai penutup kejantanan.
  • Senteng atau selendang kecil (umpal) yang mengikat kampuh bermakna kita sudah mengendalikan hal-hal buruk. Pada saat inilah tubuh manusia sudah terbagi dua yaitu Butha Angga dan Manusa Angga. Penggunaan umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai symbol pengendalian emosi dan menyama. Pada saat putra memakai baju, umpal harus terlihat sedikit agar kita pada saat kondisi apapun siap memegang teguh dharma.
  • Kwaca yaitu baju yang digunakan harbuslah bersih, rapi dan sopan sesuai dengan perkembangan jaman.
  • Udeng (destar) dengan simpul di tengah sebagai sebagai lambang pemusatan pikiran.
Untuk Putri (wanita) :
  • Kamen untuk putri (wanita) sebagai lambang sakti yang melingkar dari kiri ke kanan yang dalam penggunaanya disebutkan untuk menjaga agar si laki-laki tidak melenceng dari ajaran dharma.:
    • Tinggi kamen putri kira-kira setelapak tangan karena pekerjaan putri sebagai sakti itu sangat banyak jadi putri melangkah lebih pendek.
    • Bulang yang dililitkan berfungsi sebagai lambang penjaga rahim, dan mengendalikan emosi.
    • Selendang/senteng sebagai sakti dan mebraya yang pemakaian selendang di luar yang tidak tertutupi oleh baju agar selalu siap membenahi putra pada saat melenceng dari ajaran dharma.
    • Kebaya yang digunakan dengan syarat bersih, rapi, dan sopan.
    • Pepusungan rambut, ada tiga jenis pusungan yaitu :
      • Pusung gonjer untuk putri yang masih lajang/belum menikah sebagai lambang putri tersebut masih bebas memilih dan dipilih pasangannya. Pusung gonjer dibuat dengan cara rambut di lipat sebagian dan sebagian lagi di gerai. Pusung gonjer juga sebagai symbol keindahan sebagai mahkota dan sebagai stana Tri Murti
      • Pusung tagel yaitu untuk putri yang sudah menikah. 
      • Pusung podgala/pusung kekupu biasanya dipakai oleh peranda (sulinggih) istri.
    • Bunga hiasan rambut :
      • cempaka putih, 
      • cempaka kuning, 
      • sandat
  • Tengkuluk ditetapkan sebagai busana pembawa sarana upacara resmi yg boleh digunakan pada acara-acara seperti dalam pembukaan seminar, penyambut tamu, MC dan lain-lainnya sehingga tidak menggunakan busana Payas Agung yang disakralkan.
Di Bali, disebutkan penggunaan busana adat dengan doa/mantra dan dalam berbagai upacara, seperti halnya :
  • Mengenakan busana dengan mantra sembahyang sehari-hari disebutkan dapat diucapkan sebagai berikut :
    Om tam Mahàdewàya namah swàha,
    Om bhusanam sarirabhyo parisudhamam swàha.
     
    .:. Tuhan dalam perwujudanMu sebagai Tat Purusha, Dewa Yang Maha agung, hamba sujud kepadaMu dalam menggunakan pakaian ini. Semoga hamba menjadi bersih dan suci.
  • Upacara potong gigi, pernikahan, dan upacara keagamaan lain dilakukan dengan bersandar pada kekuatan seperti halnya kain tenun gringsing dll sebagai pelindung kehidupan ini.
  • Batik Bali juga terkenal memiliki aroma yang khas Bali karena ini dihasilkan dari bahan-bahan alami yang digunakan dalam bentuk aneka rempah-rempahan semisal akar dan juga kayu-kayu yang mengandung aroma tertentu.
***