Sejarah Bali

Sejarah Pulau Dewata Bali sebelum tahun 2500 SM, mungkin saja sama seperti halnya di beberapa pulau lain di Nusantara ini yang dahulu dalam sejarahnya dihuni oleh penduduk yang tergolong ras Negrito yang mengusung kebudayaan Paleolitikum dalam beragam bentuk karya-karya tradisional Bali yang mengalami akulturasi seni budaya dari zaman ke zaman.
  • Pada saat tersebut, penduduk yang menghuni pulau Bali juga masih hidup dengan pola nomaden; mengembara, berpindah-pindah, sebagai pemburu dan peramu. 
  • Pola pikirnya masih terbatas pada tingkat pemenuhan kebutuhan hidup berupa makanan dan belajar secara alamiah dari gejala-gejala atau kejadian-kejadian alam yang pernah dialaminya.
Seperti terjadinya kelahiran, kehidupan, kematian, petir, angin, hujan, tanah longsor, timbulnya api, kejadian gunung berapi, gangguan binatang buas, dan sebagainya. 

Kejadian-kejadian tersebut, membuat mereka harus waspada dan seolah-olah selalu dibayangi oleh perasaan takut, memohon keselamatan dan memuja atau percaya dengan kekuatan alam. 

Dalam terminologi antropologi disebut dengan kepercayaan animisme dan dinamisme.
Dalam melakukan aktivitas hidupnya didukung dengan peralatan kerja berupa produk kriya terbuat dari ranting kayu, tulang binatang (beburon), tanduk dan batu yang dikerjakan dengan cara sangat sederhana, sehingga hasil produk yang ditinggalkan tampak relatif masih kasar, seperti berupa kapak batu yang tergolong jenis kapak perimbas, kapak genggam dan sebagainya.
Di antaranya berhasil ditemukan Bali oleh R.P. Soejono, seperti: di daerah Sembiran, Buleleng, di Gua Seloding, desa Pecatu, Badung ditemukan beberapa buah sudip dan tiga buah alat tusuk terbuat dengan tulang binatang atau tanduk rusa dan di daerah lainnya.
  • Kapak perimbas dari batu peninggalan sejarah zamanPalaeolithikum (Zaman Batu Tua)
    • Sekitar 600.000 tahun yang lalu.
    • Periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.
  • Kapak Gengngam dari Batu Peninggalan Zaman Neolithikum (Zaman Batu Muda
  • Kapak dari Batu Bertangkai Peninggalan Zaman Neolithikum (Zaman Batu Muda)
  • Produk kriya berupa peralatan kerja yang ditinggalkan tersebut, tampak bersahaja, lebih mengutamakan kegunaan, belum tampak usaha untuk memperindah penampilan dan kenyamanan (ergonomis). 
    • Kemungkinan juga peralatan tersebut diambil langsung dari alam serta digunakan hanya sekali pakai, kemudian ditinggalkan ke tempat lain.
Sebagai pelengkap daftar pustaka sejarah Bali diceritakan pula :
  • Tersebutlah dahulu juga ada cerita seorang anak yang cerdas bernama Prahlada yang memiliki anak bernama Bali sebagai raja.
  • Kemudian dari zaman ke zaman dengan kedatangan gelombang migrasi terjadilah akulturasi kebudayan seperti halnya :
    • 1 juta tahun yang lalu dalam Babad Bali menurut nyomanadnyana diceritakan  sejarah Bali pada saat ini diperkirakan telah dihuni oleh manusia purba ( homo erectus ) perkiraan ini didasarkan pada berbagai temuan alat paleolithik di daerah Batur, Trunyan, dan Sembiran. 
      • terlihat pada diorama manusia purba sedang berburu babi hutan dengan kapak genggam 
    • terlihat pada diorama manusia purba sedang berburu babi hutan dengan kapak genggam;
      • Dan memetik buah-buahan ("woh-wohan";raka-raka).
    • Sekitar tahun 2500 SM, Penduduk Bali secara berangsur-angsur hidup bertempat tinggal di suatu daerah dengan batas-batas wilayah tertentu yang disebut pedukuhan.
    • Sekitar tahun 2000 sebelum Masehi dalam Bali Glory disebutkan bahwa Bangsa Austronesia yang bermigrasi dan berasal dari Taiwan melalui Maritime Asia Tenggara. Budaya dan bahasa dari orang Bali demikian erat kaitannya dengan orang-orang dari kepulauan Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Oseania. Alat-alat batu yang berasal dari saat itu telah ditemukan di dekat desa Cekik di sebelah barat pulau Bali.
    • Tahun 600-300 SM, di Bali terjadi akulturasi antara kebudayaan batu dengan perunggu. Kebudayaan masyarakat di Bali semakin tumbuh dan berkembang.
    • Ditulis oleh seorang musafir dari Yunani, pada 5 Masehi, 
      • Masyarakat yang mendiami pulau ini disebutkan ramah-ramah.
      • Peradaban dan susunan masyarakat saat itu sudah teratur baik. 
      • Rakyat amat cinta dan setia kepada rajanya, hukum adat menjadi pegangan penduduk didalam pergaulan. Mereka kebanyakan sudah mendapat didikan ilmu pengetahuan, kepandaian membaca dan menulis sudah dimiliki oleh mereka itu.
    • Sekitar abad 8 M, kebudayaan Hindu yang dibawa langsung dari India oleh orang-orang Drawida maupun Arya pada masa-masa Raja Maya Denawa berkuasa di Bali.
      • Çaka 804.
    • Bali Dwipa dijaman keemasan yang diawali dengan bertahtanya seorang raja dan penguasa bali kuno yang bernama Sri Kesari Warmadewa Çaka 804.
    • Abad 10 M, terjadi hubungan antara masyarakat Bali dengan Kerajaan Medang Kemulan di Pulau Jawa.
    • Bali Kuno | Bali sebelum ditaklukkan Majapahit.
    • Dan sekitar abad 14 dan 15 M, diawali dengan ekspedisi di bawah pimpinan Maha Patih Gajah Mada (Prabu Wisnuwardana) pada tahun 1343,
    • Zaman Kolonial | Ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman untuk menemukan sumber rempah-rempah di dunia timur. Pada tahun 1597 sempat mampir di Kerajaan Gelgel (Bali), saat diperintah oleh Raja Dalem Sagening.
    • Zaman Kemerdekaan RI 1945, Dalam kurun waktu tersebut, pembangunan di daerah Bali yang dilaksanakan berdasarkan program Repelita dan dengan strategi pembangunan daerah.
    • dan seterusnya.
***

Dalam dampak penerapan elemen estetis produk kriya tradisional bali secara eklektik pada desain masa kini oleh Dr. Drs. I Made Gede Arimbawa, M.Sn, diceritakanlah sebagai berikut :

Tersebutlah dahulu, bangsa-bangsa pendukung kebudayaan Neolitikum, migrasi orang-orang Proto Melayu dan tergolong ras Mongoloid, diperkirakan berlangsung sekitar tahun 2500 SM, 
maka mulailah terjadi integrasi dengan kebudayaan dari luar.
Penduduk Bali secara berangsur-angsur meninggalkan pola hidup nomaden, mulai hidup bertempat tinggal di suatu daerah dengan batas-batas wilayah tertentu yang disebut pedukuhan, belajar bercocok tanam dan bermasyarakat.
Dalam masyarakat yang terbentuk saat tersebut, muncul etiket saling menghargai antar sesama dan berkembang tradisi menghormati orang yang dituakan, seperti, tokoh-tokoh masyarakat atau orang yang dianggap memiliki kekuatan tertentu. 

Hal tersebut menjadi dasar berkembangnya kepercayaan syamanisme, yaitu suatu ajaran berdasarkan keyakinan, bahwa roh / atman leluhur yang ada di sekeliling manusia dapat merasuk ke tubuh seseorang melalui suatu ritual tertentu
Mereka percaya, bahwa roh orang yang meninggal dapat berpengaruh terhadap kehidupan di dunia ini. Kepercayaan animisme dan dinamisne juga semakin tumbuh subur di masyarakat.
Mereka percaya dengan kekuatan-kekuatan metafisis yang dimiliki oleh suatu materi. Menganggap suatu benda memiliki kekuatan mistik / magis atau bertuah dan dapat menyelamatkan atau merusak kehidupannya. 

Atas dasar kepercayaan tersebut, maka berkembang gejala simbolisasi dan penghargaan atau pemujaan terhadap suatu benda, dalam terminologi antropologi, perilaku tersebut disebut fetisisme
Seperti menyembah batu, pohon dan di antara produk-produk kriya yang diciptakan juga dihargai dan dipuja sebagai benda bertuah atau sebagai simbol dan istilah tertentu, seperti bekal kubur (funeral gifts). Produk kriya tersebut dibuat sebagai simbol penghormatan atas jasa orang yang meninggal.
Pengaruh kebudayaan Neolitikum terutama tampak dalam penciptaan produk kriya berupa peralatan dari batu. Mereka mampu menciptakan produk-produk dari batu dengan disertai usaha-usaha untuk memperindah penampilan dan memikirkan segi kenyamanan dalam pemakaiannya, seperti kapak persegi, beliung, belincung, pahat pembelah batang kelapa dan sebagainya.

Proses pengerjaannya dengan cara digosok menggunakan batu lain sampai halus.
Beberapa peninggalan produk kriya yang mendapat pengaruh kebudayaan neolitikum berupa peralatan terbuat dengan batu, seperti ditemukan di beberapa tempat di Bali. Misalnya di Palasari, Bantiran, Nusa Penida dan di daerah lain. Sekarang benda-ben-da itu,
disimpan di Museum Bali, Denpasar dan Gedung Arca, Bedulu, Gianyar.

Dalam perkembangan selanjutnya, diperkirakan sekitar tahun 600-300 SM, datang gelombang migrasi bangsa-bangsa pendukung kebudayaan Perunggu yang disebut juga migrasi orang-orang Deutro Melayu
Dengan kedatangannya, maka di Bali terjadi akulturasi antara kebudayaan batu dengan perunggu. Kebudayaan masyarakat di Bali semakin tumbuh dan berkembang.
Demikian juga pengaruh-pengaruh dari luar terus berlangsung, seperti masuknya pengaruh kebudayaan Budha, Hindu, Cina, Mesir, dan sebagainya.
Unsur-unsur kebudayaan tersebut diterima dan diadaptasi, sehingga memperkaya kasanah kebudayaan Bali di masa lalu.
Cara penciptaan produk kriya untuk penunjang aktivitas hidupnya mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena mereka mengenal bijih logam dan cara peleburannya, seperti: emas, perak, kuningan, tembaga, besi, dan sebagainya. 
Kemampuan tersebut terus ditingkatkan, sehingga mampu menghasilkan beberapa jenis produk dari perunggu yang cukup berkualitas.
Dalam penciptaan produk-produk kriya tersebut, mereka tidak hanya mengutamakan kegunaan semata, tetapi keindahan penampilan produk juga mulai diperhatikan. Hal tersebut dapat dilihat pada artifak yang sangat menakjubkan, yakni berupa : 
  • sebuah nekara perunggu yang ditemukan di desa Pejeng, Gianyar
    • Nekara tersebut berbentuk selinder atau dadang terbalik. Mempunyai ukuran luar biasa dengan tingggi 1,96 m dan bidang pukulnya bergaris tengah 1,60m. Digunakan untuk genderang perang atau sarana upacara memohon turunnya hujan. 
    • Pola hias yang diterapkan, di antaranya berupa hiasan yang distilasi dari bentuk wajah manusia, binatang, bulu burung, pola tumpal yang tersusun bertolak belakang, empat pasang topeng dan lain sebagainya.

Penerapan ragam hias tersebut, selain bertujuan sebagai dekorasi, juga sebagai simbol yang mengandung makna terkait dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, seperti penerapan hiasan empat pasang topeng wajah manusia, merupakan personifikasi nenek moyangnya yang telah meninggal. 
Benda atau hiasan tersebut dipercayai memiliki kekuatan magis atau bertuah yang memberi perlindungan dan keselamatan kepada kerabat atau masyarakat yang ditinggalkannya.
Pada masa tersebut, pembuatan produk kriya selain menggunakan logam juga dengan bahan-bahan lain, seperti tanah liat yang dibakar atau tembikar, anyamanyaman bambu dan mengukir batu sebagai perkembangan kebudayaan Neolitikum. 
Salah satu contoh peninggalan berupa peti terbuat dengan batu (sarkofagusdigunakan untuk tempat mayat. 
Pada sarkofagus tersebut tampak ditatah langsung berupa hiasan - hiasan dan simbol-simbol terkait dengan kepercayaan mereka.
***