Kelapa

Kelapa (atau juga disebut dengan Nyuh) dalam kontek sebagai kelengkapan sarana upacara yadnya yang sangat banyak digunakan mulai dari :
  • Buah (kelungah, bungkak, sambuk, serabut kelapa dll)
    • Bungkak Nyuh Gading, sebagai sarana dalam Tirta Panglukatan, penyepuh ring raga.
    • Batok kelapa yang digunakan untuk kerajinan & manggang sate disebut dengan kaun bulu.
    • Penakar beras dari tempurung kelapa disebut dengan catu seperti halnya diceritakan dalam asal-usul bukit catu.
  • Bungsil yaitu buah kelapa yang masih kecil yang belum berair yang merupakan zat pewarna tepesan lontar.
  • Daun (busung [daun yang muda], janur, slepan [daun yang tua], danyuh [daun kering] dll) yang digunakan sebagai reringgitan bebantenan.
  • Anyaman dari daun kelapa tua yang pelepahnya masih utuh disebut dengan kelabang yang berfungsi sebagai proteksi dan menciptakan suatu kehidupan secara spiritual.
  • Sedangkan dalam daksina lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: 
    • Sambuk seratnya yang bermakna :
      • Serat serabut basah lambang Swarga Loka, 
      • Serabut basah lambanag Maha loka, 
      • Serabut kering lambang Jnana loka, 
    • Kulit serat kering lambang Tapa loka, 
    • Kulit kering sebagai lambang Satya loka 
    • dll
  • Lawar kelungah berasal dari tempurung kelapa yang masih muda.
  • Pong-Pongan (Pompongan) disebutkan berkasiat untuk menangkal gerubug.
  • Nanusin yaitu proses pembuatan minyak kelapa tradisional (VCO, Virgin Coconut Oil).
Mitos adanya pohon kelapa yang berkembang saat ini disebutkan bermula dari kisah dari Dewa Brahma yang memiliki empat kepala Catur Muka yang dalam kutipan UTS Sivasiddhanta II (makna banten-banten danmantra banten) diceritakan sebagai berikut,
Saat Dewa Siwa melepaskan panah untuk memotong satu di antara lima kepala Dewa Brahma sehingga Dewa Brahma menjadi berkepala empat. Dengan demikian Dewa Brahma pun disebut Pala Dewa Catur Mukha.
Kepala Dewa Brahma yang putus itu jatuh kedunia. Dunia menjadi digoncang gempa akibat potongan kepala Dewa Brahma jatuh ke bumi.
Namun Dewa Siwapun bertanggung jawab atas kejadian itu. Kepala Dewa Brahma diambilnya dan dibuangnya kelaut. Lautpun menjadi goncang pula.
Akhirnya kepala Dewa Brahma itu diambil lagi oleh Dewa Siwa dan ditanam ditepi pantai. Lama kelamaan kepala Dewa Brahma yang ditanam itupun tumbuh menjadi kelapa.
Semenjak itulah ada kelapa di dunia. Kelapa itulah yang sampai sekarang menjadi salah satu tumbuhan yang sangat berperan dalam penyelenggaraan upacara Yajna di kalangan Umat Hindu Dharma. 
Berbagai penggunaan kelapa sebagai perlengkapan upacara tersebut yang dalam aspek religi pertamanan di Bali disebutkan merupakan unsur terpenting dari berbagai jenis kelengkapan upakara seperti Padudusan, pecaruan Rsi Gana, labuh Gentuh dan pecaruan besar lainnya dimana jenis dan warna warninya disebutkan sebagai berikut :
    • Kelapa gading di barat untuk Dewa Mahadewa
    • Kelapa Bulan (warna putih) di timur untuk Dewa Iswara
    • Kelapa Gadang (hijau) di utara untuk Dewa Wisnu
    • Kelapa Udang di selatan untuk Dewa Brahma
    • Kelapa Sudamala (Wiswa warna, campuran keempat warna yang telah dikemukakan) di tengah untuk Siwa
    • Jenis kelapa yang lain dan juga digunakan dalam kelengkapan upakara yaitu kelapa Bojog, Rangda, Mulung, dan Julit. Penanamannya di luar “natah” dapat tumbuh disekitar dapur, areal pekarangan, tegalan.
  • Buah Kelapa dalam beberapa tetandingan banten disebutkan penggunaannya :
    • Kelapa dalam penggunaan hiasan sebuah penjor sebagai salah satu tanda terima kasih manusia atas kemakmuran yang dilimpahkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
    • Kelapa dalam daksina sebagai buah serbaguna, yang juga simbol Pawitra (air keabadian / tirtha amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar.
    • Kelapa muda yang masih kecil, biasa disebut bungkak nyuh gading dalam penggunaan seperti kelengkapan pada prayascita, durmangala dll yang berfungsi untuk mensucikan pikiran dan menjauhkan dari segala macam masalah negatif.
    • dll
Secara umum, penggunaan buah kelapa dalam Hindu sebagai kelengkapan upakara seperti dijabarkan oleh Jro Mangku Danu disebutkan dapat dijelaskan dari dua sisi yaitu sisi struktur dan sisi jenis tirtha.
  • Kalau dari sisi struktur: kelapa memiliki 7 lapisan-sehingga dijadikan simbol lapisan alam (Sapta Loka dan Sapta Patala.
  • Kalau ddari sisi jenis tirtha: air dalam kelapa tergolong: pawitra (tirta yang memberikan kemurnian), makanya saat ngantebang pejati, mantramnya: Om Siva sutram yajna upavitam paramam pawitram….dan seterusnya. Makanya seusai pemujaan kelapa dibelah lalu airnya ditunas sebagai Tirtha Pawitra.
Sedangkan dari sisi kosmologi dan ethimologi Hindu, penggunaan buah kelapa juga dijelaskan sebagai berikut :
  • Kelapa dijadikan simbol Bhuwana Agung yang dalam Lontar Yadnya Prakerti dikatakan sebagai: Andha Bhuana (perwujudan alam) 
  • Kelapa dalam kelengkapan pada sebuah daksina (yang juga berarti selatan dalam pengider-ider, arah mata angin dimana Dewa Brahma sebagai pencipta berada disebelah selatan) yang dengan kelengkapan kelapa didalamnya disebutkan sebagai lambang dimana kesadaran akan adanya Tuhan pertama kali tumbuh.
***