Perkembangan Siwa Siddhanta di Bali

Pada perkembangan selanjutnya, Siwa Siddhanta atau Siwa Tantra inilah yang berkembang di Bali yang dalam Weda dan tradisi umat Hindu di Bali oleh Putra Devata disebutkan bahwa :
Konsep Tantrayana sendiri tidak menonjolkan filsafat, namun lebih kepada praktek keagamaan
Tantrayana sebagai sebuah bentuk kepercayaan yang primitif, sering disebut animisme yang sudah ada pada hampir seluruh kebudayaan di dunia. 
Terkait dengan Weda, Tantrayana dibenarkan dalam Atharwa Weda dan ada lima hal penting yang selanjutnya disebut sebagai Panca Tattwa dalam Tantrayana yakni: 
  1. Mudra (nasi, beras, buah-buahan / woh-wohan, dan kacang-kangan), 
  2. Mamsa (daging), 
  3. Matsya (ikan), 
  4. Mada (arak, berem), 
  5. Maituna (Porosan, simbol purusa dan pradhana). 
Panca tattwa inilah akhirnya berkembang menjadi bentuk-bentuk persembahan dalam tradisi agama Hindu di Bali. 
Sebagai contoh segehan yang berisikan nasi, baik yang berwarna putih, kuning, merah, hitam, brumbun, kemudian, bawang, jahe, garam, ditujukan untuk menetralisir keberadaan bhutakala agar tidak mengganggu kehidupan manusia. 
Ada pula persembahan yang sering disebut yadnya sesa (saiban) yang dihaturkan sesaat setelah memasak di pagi hari. 
Tradisi ini bersumber dari salah satu sloka dalam Bhagawadgita III.13 bahwa “Ia yang memakan sisa yajna (lungsuran) akan terlepas dari segala dosa, tetapi Ia yang memasak makanan hanya bagi diri sendiri, sesungguhnya makan dosa (pencuri)”.
Dalam tradisi Hindu di Bali, persembahan suci atau banten dibuat dengan sarana tertentu antara lain berupa bunga, buah-buahan, daun tertentu seperti sirih, dan makanan seperti nasi dengan lauk pauk, jajan, dan sebagainya tersebut, disamping sarana penting lainnya seperti air dan api
Hal ini sejalan dengan Bhagawadgita IV.11 yang menyatakan “Dengan jalan apapun ditempuh umat manusia, semuanya menuju Aku semuanya Aku terima, dari mana semua mereka menuju jalan-Ku, Oh Partha”. 
Mengacu kepada sloka Bhagawadgita tersebut, sesungguhnya ajaran Tantrayana yang identik dengan kebudayaan Hindu di Bali tidak bertentangan dengan ajaran Weda sebagai wahyu suci yang sebenarnya berasal dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
***