Ahimsa

Puputan Margarana, Makam I Gusti Ngurah Rai
seorang pahlawan Indonesia dari Bali
Ahimsa disebutkan berasal dari kata “a” yang artinya tidak dan “himsa” yang artinya membunuh, jadi
  • ahimsa adalah perbuatan baik subha karma untuk tidak menyiksa dan membunuh makhluk lain dengan sewenang-wenang 
  • agar pengendalian diri kita ini mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian bathin.
Sebagaimana disebutkan ahimsa yang merupakan bagian dari ajaran Panca Yama Bratha dan Dasa Yama Bratha, yang dijelaskan dengan tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain maka tercapailah kehidupan kita yang lebih baik.

Namun dalam hidup ini kita pasti pernah membunuh baik sengaja maupun tidak yang dalam Ahimsa Parama Dharma, himsa atau membunuh ini dilakukan atas dasar dharma kebaikan yang dijabarkan dalam lontar Wrtti sesana, perbuatan membunuh beburon atau himsa ini dapat dilakukan untuk upacara yadnya dan hal - hal lain seperti berikut ini :
  1. Dewa Puja, membunuh binatang untuk dipersembahkan pada dewa sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena semuanya itu merupakan ciptaanNYA.
  2. Pitra Puja, membunuh binatang sebagai yadnya untuk dipersembahkan pada leluhur.
  3. Atiti Puja, membunuh binatang sebagai hidangan untuk di makan dan disuguhkan pada para tamu.
  4. Dharma Wigata, membunuh binatang yang membawa penyakit.
Sedangkan pembunuhan dalam bela negara yang dilakukan oleh para kesatria / prajurit di medan perang pada musuh - musuhnya dilakukan atas atas dasar dharma kebaikan seperti yang disebutkan dalam sumber kutipan artikel blog sopoyono.blogspot.com, pengertian ahimsa ini yang juga disebutkan dalam salah satu sloka Bhagavad Gita menyebutkan bahwa, 
Sri Krishna memberikan wejangan kepada Arjuna untuk bangkit dan melakukan kewajibannya sebagai seorang ksatria dalam membunuh lawan-lawannya di medan perang atas tugas dan kewajiban bela negara yang diemban untuk menegakan dharma kebaikan pada seluruh umat.
Ahimsa sebagaimana juga dijelaskan dalam kutipan artikel narayanasmrti.com, pembunuhan dan vegetarianisme disebutkan bahwasanya Veda tidak pernah mengatakan tidak boleh membunuh dan juga hidup vegetarian tidak sebagai kewajiban bagi seluruh penganut Veda.

Sebagaimana disebutkan pula, pembunuhan harus dilakukan dalam rangka melakukan tugas dan kewajiban seperti : 
  • Dalam sesana pinandita disebutkan atas dasar dharma kebaikan seorang Brahmana yang berkualifikasi dapat membunuh binatang dalam rangka korban suci yadnya
  • Seorang Ksatria seperti Arjuna yang tugas dan kewajibannya bela negara dan menghancurkan musuh demi dharma maka harus siap melakukan pembunuhan walaupun yang harus dia bunuh sanak keluarga, guru dan saudara-saudaranya sendiri. 
  • Begitu juga dengan seorang Hakim sebagaimana disampaikan dalam kitab hukum Hindu, Manu Samhita tidak boleh disalahkan hanya karena dia menjatuhkan hukuman dan mengeksekusi mati narapidana yang telah terbukti melakukan dosa berat membunuh orang lain. 
  • Seseorang yang membela diri dari serangan perampok demi mempertahankan jiwa raga dan harta bendanya pun tidak boleh disalahkan karena membunuh si perampok. 
  • Begitu juga semua mahluk hidup yang melakukan pembunuhan demi makan dan mempertahankan hidupnya tidak bisa serta merta kita salahkan. Bahkan Bhagavata Purana 6.4.9 mengatakan: “annaḿ carāṇām acarā hy apadaḥ pāda-cāriṇām ahastā hasta-yuktānāḿ dvi-padāḿ ca catuṣ-padaḥ
    • Secara alamiah, buah-buahan dan bunga diperuntukkan sebagai makanan untuk serangga dan burung; rumput dan binatang yang tidak berkaki sebagai makanan binatang berkaki empat seperti sapi dan kerbau; binatang yang tidak menggunakan kaki depannya sebagai tangan sebagai makanan bagi binatang seperti macan, yang memiliki cakar; dan binatang berkaki empat seperti rusa dan kambing, maupun biji-bijian dll sebagai makanan bagi manusia”. 
Ini berarti secara alami manusia memang diijinkan melakukan pembunuhan binatang untuk kebutuhan hidupnya, meskipun demikian, hendaknya kita harus menyikapi “hak” membunuh ini dengan sangat hati-hati menurut hukum atau aturan  aturan ahimsa, pembunuhan atas dasar dharma kebaikan yang telah ditentukan oleh suatu negara atau yang dilazimkan oleh masyarakat.
***