Beji

Beji adalah sebuah taman suci yang berada di lingkungan pura sebagai tempat pesucian Ida Bethara sebelum dilangsungkannya piodalan sebagaimana disebutkan Pura Beji di Desa Adata Semate,
sebelum piodalan mulai seluruh arca / pratima sebagai simbol Hyang Widhi yang telah disakralkan disucikan di pura beji tersebut oleh seluruh krama yang dipimpin oleh pemangku sebagai sulinggih di pura Beji tersebut.
Selain sebagai tempat pesucian Ida Bethara, Beji juga sering dipergunakan untuk melukat sebagai pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual.

Dalam catatan dinas kebudayaan berkaitan dengan agama tirtha, Beji juga disebut sebagai pathirtan yang merupakan sebuah bangunan perwujudan fisik dari tempat atau wadah air yang disucikan. 
Karena dimaksudkan sebagai wadah air suci, maka untuk dapat menampung air suci tersebut didirikanlah bangunan kolam. 
Dengan demikian patirthan dapat diartikan sebagai suatu bangunan yang inti bangunannya merupakan bangunan kolam sebagai wadah air suci (Patrizki, 2005: 20). 
Air suatu patirthan, selain digunakan untuk keperluan sehari-hari, juga digunakan untuk keperluan ritual keagamaan. Penanda bahwa air tersebut suci ialah adanya jaladwara (pancuran air) yang mengeluarkan air dari dinding patirthan ke kolam. 
Jaladwara ini biasanya berupa acra wanita ataupun berupa binatang yang dianggap memiliki kekuatan mistis, sehingga air yang keluar dari patirthan dianggap suci (Susanti, dkk, 2013: 2).
Dalam buku yang berjudul Patirthan Masa Lalu Masa Kini (2013), Nini Susanti dkk berpendapat bahwa patirthan di Bali dipandang sebagai penerus tradisi peradaban Hindu-Buddha di Jawa utamanya masa Majapahit. 

Beberapa pura di Bali yang memiliki patirthan kuno diantaranya Pura Tirta Empul, Pura Gunung Kawi, Goa Gajah, dan Pura Yeh Pulu
Fungsi patirthan pada situs tersebut masih dipertahankan hingga saat ini. Patirthan–patirthan tersebut masih dirawat dengan baik dan berfungsi sebagai tempat pemujaan dan melaksanakan upacara keagamaan.
***