Tattwa Jnana

Tattwa atau Tatwa Jnana adalah salah satu dari lontar tentang tatwa agama yang mengungkapkan tentang ajaran Sanghyang tatwa Jnana yang harus diketahui oleh masyarakat agar terhindar dari kesengsaraan hidup atau tahu tentang suka duka kehidupan di dunia ini.
  • Disebutkan bahwa Sanghyang Tatwa Jnana terdiri dari cetana dan acetana yang berpengaruh terhadap baik buruknya kehidupan manusia. Cetana berarti selalu ingat dengan tutur (ajaran) sejati, 
  • sedangkan acetana berarti tidak ingat sama sekali atau lupa dengan tutur sejati. Cetana dengan acetana disebut juga Siwa Tatwa dan Maya Tatwa. 
Dilanjutkan dengan ajaran tri guna, panca tan matra, panca maha butha, dan konsep-konsep rwa bineda (dua hal yang berlawanan) yakni sifat baik dan buruk. 

Berakhir dengan sifat-sifat dari tri guna (satwam, rajah, tamah) serta peranan tapa, brata, yoga dan semadi terhadap tri guna, demikian disebutkan abstrak dari teks tatwa jnana pada perpustakaan Universitas Indonesia.

Teks dan bahasa Kitab Lontar Tattwa Jnana ini disebutkan dalam Siwa Sidhanta ditulis dalam bahasa jawa kuno yang dalam kutipan tatwa jnana-teja surya meditation juga disebutkan,

Berpadunya panca mahabhuta dengan guna membentuk Andhabhuwana yaitu : Saptaloka, bertempat di puncak yang tertinggi. Saptapatala, bertempat di bawah yang disebut dengan Bhuwana Sarira.

Satya loka bertempat paling di atas, kemudian dibawahnya terdapat alam lainnya. Bhurloka tempat berkumpulnya semua tattwa yaitu : saptāparwa, saptānawa, saptadwipa, dasabayu, dasendriya. Disamping alam atas terdapat alam bawah disebut yaitu saptapatala.

Cetana merupakan asas roh yang menjadi jiwa semesta, sifatnya murni dan selalu sadar (Consciousness) sedangkan Acetana merupakan asas materi dari alam semesta yang sifatnya tidak sadar dan serba lupa (Unconsciusness). 
Cetana merupakan Siwatattwa yang posisinya berada diatas sedangkan Acetana disebut Mayatattwa tempatnya dibawah walaupun keduanya sama-sama bebas dari suka-duka namun hanya Cetana/Siwatattwa yang mampu menyusup dan menembus tattwa yang dibawahnya sedangkan Acetana tidak mampu mempengaruhi tattwa yang diatasnya. 
Cetana/Siwatattwa dipilah menjadi tiga, yang didalam Tattwa Jnana menyebutkan
......ikang sinangguh Siwa Tattwa, tiga prabhedanya lwirnya; Paramasiwa Tattwa, Sadasiwa Tattwa, Atmika Tattwa. (Tattwa jnana,2)
Artinya:
......yang disebut Siwa Tattwa ada tiga yaitu; Paramasiwa Tattwa, Sadasiwa Tattwa,Atmika Tattwa.
Pada dasarnya Siwa adalah satu namun keadaan dan sifatnya berbeda, yang secara Vertikal dipilah menjadi tiga bagian menyangkut keadaanNya yaitu: Paramasiwa, Sadasiwa, dan Atmika Tattwa atau Siwatma. Paramasiwa (Trancendent) adalah Siwa yang berada diluar jangkauan pikiran manusia, tidak dapat di ukur, bebas ciri, tanpa cemar karena bebas noda, ada di mana-mana, abadi, 
Ia tetap karena tidak bergerak, tak dapat dibayangkan (Apremaya) karena sifatnya tanpa batas (ananta), tidak bisa di beri batasan (Ani-desya), tidak dapat di bandingkan (Anaupamya), bebas dari penyakit (Anamaya), tidak dapat di lihat (Suksma), ada dalam semesta (Sarwagata), ada tanpa asal mula, kokoh (Dhruwa), tidak pernah berkurang (awyaya), 
Ia mengatur segala namun tidak diatur. Paramasiwatattwa adalah bhatara dalam keadaan tanpa bentuk, tidak bergerak, tidak guncang, tidak pergi, tidak mengalir, tidak ada asal, tidak ada yang dituju, tidak berawal, tidak berakhir, hanya tetap tak bergerak tetap tanpa gerak. Seluruh alam ini dipenuhi, diliputi, disangga, disusupi seluruh sapta bhuana ini olehNya. Saptapatala disusupi sepenuh-penuhnya tiada ruang yang terisi, pebuh terisi alam semesta ini olehnya.
Kitab Tattvajnana ini juga telah dikaji oleh Sudarshana Devi Singhal dengan topik Tattvajñàna and Mahajnana, diterbitkan dalam Satapitaka Series No. 23 oleh International Academy of Indian Culture, Nagpur, India (1962).
***