Pawongan

Pawongan adalah kewajiban manusia untuk dapat menjaga hubungan yang harmonis antar sesama manusia yang merupakan salah satu bagian dari konsep keharmonisan Tri Hita Karana.

Dalam sumber kutipan Bimbingan Ketrampilan Hidup yang Berlandaskan Tri Hita Karana, dijelaskan bahwa pawongan ini mengajarkan manusia untuk selalu dapat meningkatkan kualitas diri agar dapat :
  • Berpikir, Berkata, dan Bertindak atau berbuat yang baik seperti yang disebutkan dalam Tri Kaya Parisudha)
  • Selalu berpedoman pada tat twam asi, senantiasa menghindarkan diri dari kekerasan dan kekejaman.
  • dan memiliki perilaku yang fleksibel
Sebagai rasa persaudaraan antar krama dalam hubungannya dengan pawongan, akan menjadi lebih dekat lagi saat upacara melasti dilaksanakan, dimana secara bersama-sama krama mengusung jempana, sehingga akan timbul rasa solidaritas antar sesama pemundut dalam memikul suatu tugas yang didasarkan rasa bhakti secara bersama-sama.
Dengan adanya hubungan yang harmonis antara krama desa adat yang satu dengan yang lainnya maka disebutkan, masyarakatpun akan harmonis pula demi mencapai tujuan bersama.
Manusia juga sebagai mahluk sosial untuk selalu tetap dapat menjaga hubungannya baik dengan keluarga maupun masyarakat.

Dimana dalam menjalin hubungan antara personalia disebutkan biasanya hambatan itu pasti selalu ada baik secara subyektif maupun obyektif.
  • Hambatan yang sifatnya objektif yaitu gangguan dan halangan terhadap jalannya hubungan antar manusia yang tidak disengaja dan dibuat oleh pihak lain tapi mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. 
  • Hambatan yang bersifat subjektif yaitu yang sengaja dibuat oleh orang lain sehingga merupakan gangguan, penentangan terhadap suatu usaha komunikasi. 
    • Dasar gangguan dan penentangan ini biasanya disebabkan karena adanya pertentangan kepentingan, prejudice (prasangka), tamak, iri hati, apatisme dan sebagainya.
Dalam Sarasamuscaya khususnya sloka 88 menyebutkan bahwa : sifat dengki dan iri hati itu hanyalah akan menimbulkan kesengsaraan dan tidak akan mendapat kebahagiaan di dunia ini, ataupun di dunia yang lain; 
"..... madengki ing suhkanya, ikang wwang mangkana, yatika pisaningun, temwang sukha mangke, ring paraloka tuwi, matangnyan aryakena ika, sang mahyun langgeng anemwang sukha....."
Oleh karena itu, patutlah ditinggalkan tabiat itu oleh orang yang ingin mengalami kebahagiaan abadi.
***