Kekawin

Kekawin (Kakawin) adalah kesusastraan berbahasa kawi yang disajikan dalam lagu-lagu kerohanian Dharma Gita ataupun disajikan dalam bentuk itihasa dengan cerita yang mearik sebagai sarana pendidikan.

Dalam bentuk nyanyian, kakawin disebutkan tidak berdasarkan gending gong, tidak juga memakai padalingsa tetapi memakai wrtta matra dimana pengertiannya oleh Aryawangsa dalam jenis-jenis dharmagita disebutkan sebagai berikut :
  • Wrtta artinya : banyak bilangan suku kata dalam tiap-tiap carik atau koma. Biasanya satu bait kakawin terdiri dari 4 baris, tetapi ada juga terdiri dari 3 baris yang disebut Rahi tiga / Utgata wisama. Sekalipun wretta atau banyak bilangan suku kata tiap-tiap carik itu sama, kalau letak guru laghunya lain, maka lian pula nama dan irama guru laghu kakawin tersebut.
    • Sama wretta matra : Kakawin jumlah suku kata dan guru laghunya sama.
    • Ardhasamamatra samawretta : Kakawin yang jumlah suku katanya sama, guru laghu-nya tidak sama.
    • Wisamawrettamatra : Kakawin yang jumlah suku kata tiap-tiap baris tidak sama dan susunan guru laghunya tidak sama pula
  • Matra artinya : Sarat letak guru laghu dalam tiap-tiap wrtta
    • Untuk lebih jelasnya mari kita simak penjelasan tentang guru laghu di bawah ini
Kekawin yang merupakan bagian dari itihasa sebagai sarana pendidikan dalam buku Riwayat Kesusastraan Jawa Kuna oleh Wayan Simpen AB dalam studi mata kuliah bahasa kawi disebutkan bahwa klasifikasi setiap zaman dalam kesusastraan Kawi atas lima bagian sebagai berikut:
  • Zaman sebelum abad ke-9 (Zaman prasejarah sastra Kawi), 
    • kehidupan bersastra pada zaman sebelum abad ke-9 
    • diduga zaman karya sastra Jawa Kuna lisan.
  • Zaman Mataram, dimulai abad ke 9 -10, 
    • yaitu zaman memerintahnya Mpu Sindok (tahun 925-962 Masehi), 
    • di Mataram sampai zaman Raja Dharwangsa Teguh (tahun 991-1007 Masehi). 
    • Pada masa ini lahir karya sastra prosa dan Kakawin Rãmãyana.
  • Zaman Kediri, 
    • dimulai dari bertahtanya raja Kediri Prabu Airlangga (1019- 1049) masehi sampai masa pemerintahan raja Kertanegara (1268- 1292) Masehi di Singasari. 
    • Karya sastra Kawi yang lahir pada masa ini adalah karya sastra yang tergolong bertembang.
  • Zaman Majapahit I, 
    • periode ini diawali sejak lahirnya kerajaan Majapahit (1239 Masehi) sampai kerajaan mencapai puncak keemasannya yaitu masa bertahtanya Hayam Wuruk (1350-1389 Masehi). 
    • Karya sastra Kawi yang lahir pada masa ini adalah Brahmãódapurãóa, Sutasoma, dan Pãrthayajna.
  • Zaman Majapahit II, mulai dari bertahtanya Wikrama Wardana (1389-1482 Masehi) sampai runtuhnya kerajaan Majapahit (1518 Masehi). 
    • Karya-karya yang lahir pada periode ini antara lain: 
      • Kakawin Nitisãstra, Nirartha Prakerta, Dharmaúunya, Hariúraya.
  • Pada zaman peralihan (abad ke-16), 
    • disebut-sebut seorang pujangga keraton Majapahit yang gemar mengembara di pesisir pantai dan di gunung-gunung (nyagara -giri). Beliau adalah Dang Hyang Nirartha
    • Pada tahun 1489 Masehi beliau pindah ke Bali. Bekas-bekas pesanggrahan beliau kini menjadi tempat suci (pura) di Bali yaitu : Pura Purancak, Rambut Siwi, Tanah Lot, Peti Tenget, Uluwatu, Nusa Dua, Sakenan, Masceti, Air Jeruk, Batu Klotok
    • Di tempat-tempat ini beliau menikmati keindahan, dan menciptakan karya sastra. Karya sastra beliau antara lain: Kidung Rasmi Sancaya, Edan Lalangon, Kakawin Anyang Nirartha, Kakawin Mayadanawantaka, Kakawin Nirarta Prakerta, Nitisastra, Dharma Sunya.
Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit Kesusastraan Kawi berkembang di Bali, yaitu pada zaman Kerajaan Gelgel dengan rajanya yang bertahta pada saat itu Raja Waturenggong.

Di Bali sastra Kawi mendapat tempat istimewa di kalangan pecinta sastra. Mereka yang tergabung dalam sekaa Mabebasan atau sekaa Makakawin dan Pasantian dengan tekun membaca, memahami dan mengupas hasil sastra Kawi secara mendalam. Di samping itu mereka menciptakan karya-karya sastra baru yang bersumber dari karya-karya yang telah ada sebelumnya.
  • Ida Padanda Made Sidemen (Wafat th 1984) dengan karya sastranya antara lain: Purwadigama (Siwagama), Kakawin Gayadijaya (Kakawin Cantaka, Kakawin Candra Bherawa (Kakawin Dharmawijaya), Kakawin Singhalayangyala, Kakawin Kalpasanghara, Kidung Pisaca Harana, Geguritan Panitip, dll.
  • Ida Ketut Jelantik (wafat tanggal 18 -November 1961). Karya-karya beliau berbentuk geguritan adalah; Geguritan lokika, Geguritan Sucita Subudi, Geguritan Bhagawadgita, Satua Men Tingkes, Sebuah Kitab Tattwa (Filsafat) yaitu Aji Sangkya. Kitab ini merupakan ringkasan dari ajaran Siwa Tattwa yang tertuang dalam lontar-lontar yang tersimpan di Bali.
***